Makalah Akhlak dan Tasawuf


                                                      MAKALAH AKHLAK DAN TASAWUF
                              “ TASAWUF PADA MASA RASULULLAH SAW DAN PARA SAHABAT “


                                                                          Disusun oleh :
                            1. Yesi Septia Putri ( 17108030051 ) / 089608071859

                             2.Sheilla Gupita Sari ( 17108030052 ) /   08985485897


                                                    MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH  B

                                                   FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
                                                       UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
                                                                                      2017

       KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah yang berjudul “Tasawauf pada Masa Rasulullah SAW dan Para Sahabar” dapat tersusun hingga selesai. Kami mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah ikut serta membantu proses penyusunan makalah ini. Tak lupa kami juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Drs. Malik Ibrahim,M,Ag. selaku dosen mata kuliah Akhlak dan Tasawuf yang telah memberikan bimbingan kepada kami dalam penunan makalah ini. 
Semoga makalah ini memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Universitas Islam Negeri Yogyakarta. Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari dosen mata kuliah guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik di masa yang akan datang.

                                                                                              Yogyakarta, 15 September 2017

       
                                                                                                             Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Penulisan 1

BAB II . PEMBAHASAN
A. Kehidupan Tasawuf di Zaman Rasulullah SAW 3
B. Kehidupan Tasawuf Para Sahabat Rasulullah 8
C. Alasan Rasulullah dan Para Sahabat Bertasawuf 11
D. Bentuk-Bentuk Tasawuf dalam Kehidupan Rasulullah SAW 12

BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan 25
B. Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 26



BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tasawuf merupakan suatu upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT agar dapat terbebas dari pengaruh kehidupan di dunia, dan nantinya akan tercermin akhlak yang mulia dan lebih dekat dengan Sang Pencipta.
Tasawuf memiliki tujuan yaitu mendapatkan suatu hubungan khusus langsung dari Allah SWT . Hubungan yang dimaksud ialah mempunyai makna dengan penuh kesadaran bahwa manusia sedang berasa di kehadirat Tuhan .
Sejarah perkembangan tasawuf dalam islam bersamaan dengan kelahiran agama islam itu sendiri yaitu sebelum Nabi Muhammad SAW diangkat sebagai Rasul. Fakta sejarah menunjukkan bahwa pribadi Nabi Muhammad SAW telah mencerminkan ciri dan perilaku yang selalu beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT .
Dalam makalah ini, penulis akan membahas tentang sebab Rasulullah dan para sahabat bertasawuf serta bentuk-bentuk tasawuf  pada masa Rasulullah SAW sebagai sumber tasawuf yang bertujuan agar semua mahasiswa dapat memahami tasawuf pada masa Nabi Muhammad SAW.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Mengapa Rasulullah SAW dan para sahabat bertasawuf ?
2. Bagaimana bentuk-bentuk tasawuf pada masa Rasulullah ?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Memenuhi tugas dari mata kuliah Akhlak dan Tasawuf.
2. Untuk lebih mengetahui tentang tasawuf di zaman Rasulullah.
3. Mengetahui alasan mengapa Rasulullah dan para sahabat bertasawuf.
4. Mengetahui bentuk-bentuk tasawuf yang dilakukan pada masa Rasulullah.



BAB II
PEMBAHASAN

A. KEHIDUPAN TASAWUF DI ZAMAN RASULULLAH SAW.
Ada banyak definisi tentang tasawuf. Yang jelas istilah ini adalah istilah baru dalam islam, artinya tidak ada Al quran ataupun Al hadis. Sebelum tasawuf muncul sudah ada istilah-istilah zuhud, zuhhad, ubaad, nussak.  Tasawuf menunjukkan keadaan keagamaan seoranng muslim, baik yang lahiriah maupun yang batiniah, artinya yang berkaitan dengan keimanan atau perasaan yang berdasar pengalaman keagamaanya. Keadaan keagamaannya dinamakan tasawuf dan orangnya dinamakan sufi atau mutashawif. Ada yang menamakan tasawuf sebagai kebatinan Islam, barang kali karena diantara sifat tasawuf menekan soal-soal batin.  Menurut pendapat Khafif sufi merupakan orang yang mengamati eksistensi Tuhan disaat yang lain lalai. Sedangkan menurut Abu Sa’id Fadlula yaitu orang yang selalu memusatkan perhatiannya hanya kepada Allah SWT.
Hidup kerohanian dalam Islam dimulai dari perikehidupan Nabi Besar Muhammad SAW dan sahabat-sahabatnya yang utama dan terdapat pula dalam kehidupan para nabi-nabi yang terdahulu.  Kehidupan Rasulullah SAW dapat dibagi ke dalam dua fase, yaitu fase kehidupan sebelum diangkat menjadi Rasul dan kehidupan beliau setelah menjadi Rasul. Nabi Muhammad sebelum menghadapi pekerjaan besar yang akan menggemparkan dunia itu, lebih dahulu beliau telah melatih dirinya dalam hidup kerohanian. Demikian juga dalam



kehidupan Abu Bakar, Umar, Usman, Ali dan beberapa sahabat-sahabat teras lainnya. 
Umat Islam seketika permulaan berkembangnya agama Islam itu, sahabat-sahabat Nabi yang utama mencontoh utama kehidupan Nabi, telah dapat menggabungkan kehidupan lahir atau duniawi dengan hidup kerohanian di dalam hidup sehari-hari. Meskipun mereka mnejadi khalifah yang utama seperti Abu Bakar, Umar, Usman, Ali dimana segala warna kehidupan itu telah mereka pandangi dari hidup kerohanian. Hidup yang ditegakkan atas kemurnian jiwa dan kebersihan hati,memperkuat iman, keyakinan dan kekuatan batin. 
Berkat hidup kerohanian kaum muslimin di zaman Rasulullah, mereka mencontoh dari Nabi Besar Muhammad SAW, mereka berjuang menegakkan suatu Negara untuk ketinggian agama Allah, sampai jatuh kekuasaan lawan-lawannya ke bawah telapak kakinya, hancur singgasana Kaisar Roma, runtuh mahligai Kisra dari Persi dan terpeganglah anak kunci Barat dan Timur, kekayaan melimpah-limpah, harta benda bertimbun-timbun, namun semua itu bukanlah tujuannya, hanya barang-barang yang kebetulan bertemu di tengah-tengah jalan menuju tujuan yang paling besar yaitu kepada jalan Allah. 
Sebelum nabi menyatakan dirinya sebagai pesuruh Allah, beliau bertahun-tahun pergi menyisihkan diri, berkhalawat berhari-hari, bermalaman sendiri di Gua Hira’. Tahannuts yang dilakukan Nabi Muhammad SAW di dalam Gua Hira’ merupakan cahaya pertama dan utama bagi tasawuf atau bagi kehidupan rohaniyah yang disebut dengan ilham atau renungan rohaniah.  Prihidup Muhammad merupakan pola dasar dan gambaran lengkap bagi para sufi dalam pengamalan ajaran tasawuf. Kehadirannya di Gua Hira’ ber’uzlah dari masyarakat ramai adalah untuk mengkonsentrasikan segenap pikiran dan perasaan dalam merenungkan alam yang terbentang luas di tempat yang lepas dan bebas, lebih menggugah hatinya untuk merasakan kebesaran dan keagungan 
Allah SWT.  Dalam halwat beliau duduk tafakkur pada segala af-al Allah, berdzikir terus semata-mata mengingat kepada Allah dengan ikhlas dan sempurna sehingga biasa terputus hubungan ingatan dan tali rasa  dengan yang lain daripada Allah atau dengan segala makhluk lain.
Di sanalah bermulanya Nabi Muhammad SAW mendapat hidayah; membersihkan hati dan mensucikan jiwa dari noda-noda penyakit yang biasanya menghadapi sukma. Pada suatu hari, datanglah Jibril kepada Nabi Muhammad menyampaikan salam Tuhan dan bertanya,”Manakah engkau yang suka ya Muhammad, menjadi seorang nabi yang kaya raya seperti Nabi Sulaiman atau menjadi Nabi yang iskin seperti Nabi Ayub ?” Lalu beliau menjawab,” Aku lebih suka kenyang sehari dan lapar sehari. Jika kenyang aku bersyukur kepada Tuhan. Jika lapar aku bersabar atas cobaan Tuhanku.” Bahkan waktu itu pula berpuncaknya kebesaran, kesempurnaan dan kemuliaan jiwa Nabi Muhammad SAW yang membedakan beliau dari manusia biasa. Dengan demikian berarti bahwa di Gua Hira itu juga dimulainya pengasahan dan penempahan ratna mutu manikam yang dimiliki Muhammad sejak lama, dibenah sampai menjadi cahaya yang berkilauan dan cemerlang, yang dapat menembus alam jagat raya serta membuka buhul-buhul hijab alam kegelapan, sehingga beliau memperoleh ilmu dan wawasan yang sangat berguna untuk masa depan umat manusia. 
   Tampak jelas bahwa tahannus dan khalwah yang dilakukan Muhammad itu bertujuan untuk mencari ketenangan jiwa dan kebersihan hati dalam menempuh liku-liku kehidupan yang beraneka ragam. Beliau berusaha untuk memperoleh petunjuk dan hidayah dari Pencipta alam semesta, mencari hakikat kebenaran yang dapat mengatur segalanya dengan baik dan benar. 
Fakta sejarah menunjukkan bahwa sebelum Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul, terlebih dahulu Allah SWT telah menempa jiwa dan mendidiknya dengan sebaik-baiknya. Kehidupan Muhammad SAW, senantiasa diliputi duka Allah SWT.  Dalam halwat beliau duduk tafakkur pada segala af-al Allah, berdzikir terus semata-mata mengingat kepada Allah dengan ikhlas dan sempurna sehingga biasa terputus hubungan ingatan dan tali rasa  dengan yang lain daripada Allah atau dengan segala makhluk lain.
Di sanalah bermulanya Nabi Muhammad SAW mendapat hidayah; membersihkan hati dan mensucikan jiwa dari noda-noda penyakit yang biasanya menghadapi sukma. Pada suatu hari, datanglah Jibril kepada Nabi Muhammad menyampaikan salam Tuhan dan bertanya,”Manakah engkau yang suka ya Muhammad, menjadi seorang nabi yang kaya raya seperti Nabi Sulaiman atau menjadi Nabi yang iskin seperti Nabi Ayub ?” Lalu beliau menjawab,” Aku lebih suka kenyang sehari dan lapar sehari. Jika kenyang aku bersyukur kepada Tuhan. Jika lapar aku bersabar atas cobaan Tuhanku.” Bahkan waktu itu pula berpuncaknya kebesaran, kesempurnaan dan kemuliaan jiwa Nabi Muhammad SAW yang membedakan beliau dari manusia biasa. Dengan demikian berarti bahwa di Gua Hira itu juga dimulainya pengasahan dan penempahan ratna mutu manikam yang dimiliki Muhammad sejak lama, dibenah sampai menjadi cahaya yang berkilauan dan cemerlang, yang dapat menembus alam jagat raya serta membuka buhul-buhul hijab alam kegelapan, sehingga beliau memperoleh ilmu dan wawasan yang sangat berguna untuk masa depan umat manusia. 
   Tampak jelas bahwa tahannus dan khalwah yang dilakukan Muhammad itu bertujuan untuk mencari ketenangan jiwa dan kebersihan hati dalam menempuh liku-liku kehidupan yang beraneka ragam. Beliau berusaha untuk memperoleh petunjuk dan hidayah dari Pencipta alam semesta, mencari hakikat kebenaran yang dapat mengatur segalanya dengan baik dan benar. 
Fakta sejarah menunjukkan bahwa sebelum Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul, terlebih dahulu Allah SWT telah menempa jiwa dan mendidiknya dengan sebaik-baiknya. Kehidupan Muhammad SAW, senantiasa diliputi duka 
nestapa, penuh dengan cobaan dan kegetiran. Namun demikian Allah SWT tidak sia-sia dalam ciptaan-Nya, semua mempunyai hikmah yang banyak. Semenjak kecil sudah dicoba dan diuji, ditempa dan dihina. Namun jiwa dan hati Muhammad penuh dengan didikan yang berharga dan mulia. Sebagai Pencerminan dari didikan tersebut, tampak pada kegemaran Muhammad sebelum diangkat menjadi Rasul yaitu suka bertahanuts atau ber’uzlah ke Gua Hira’. Dengan diangkatnya Muhammad SAW menjadi Rasul, maka beliau sudah dibebani tugas yang berat untuk mengemban amanat Allah SWT dan membawa umat manusia ke dalam kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat, terhindar dari segala macam kerusakan, kehancuran kebodohan dan kemiskinan. Maka dalam waktu yang relatif  singkat yaitu sekitar 23 tahun, tugas  yang diemban beliau dapat dilaksanakan dengan baik dan sempurna. 
Selama hidup Rasulullah, segala perikehidupan beliau menjadi tumpuan perhatian masyarakat karena segala sifat terpuji yang terhimpun pada dirinya. Semua pola kehidupan Rasulullah yang selalu beliau gunakan untuk melakukan amalan-amalan sholat menjadi dasar utama bagi para ulama bertasawuf. Rasulullah juga selalu mengucurkan air mata sebagai tanda ucapan syukur  terhadap Allah SWT dengan beribadah dan salat tahajud. Rasulullah pada periode kehidupan ini selalu mewajibkan diri tetap dalam keadaan sederhana.  Keadaan ini berlangsung sampai turunnya teguran Allah, seperti firman-Nya: Taha! Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu agar kami menjadi susah (QS.20:1-2). Kehidupan sederhana Nabi Muhammad memang atas dasar kehendak beliau sendiri. Dalam hal ini Husein Haikal menulis: “Kesederhanaan atau ketidakinginannya terhadap dunia ini bukanlah semacam kesederhanaan demi kesederhanaan. Bahkan keduanya bukanlah semacam kewajiban agama. Sebab di dalam Al-Qur’an difirmankan: Manakah diantara rezeki baik yang telah Kami berikan padamu. Dan dalam sebuah hadis: “ Bekerjalah untuk 
duniamu seakan-akan kamu hidup selamnya dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan kamu akan mati esok hari.” Maksud Muhammad SAW ialah beliau ingin memberi contoh untuk manusia tentang ketnagguhan yang tidak mengenal lemah dan agar membuat orang yang berkepribadian seperti itu tidak diperbudak kekayaan, kekuasaan atau yang lainnya yang membuat hal-hal selain Allah menjadi berkuasa.  
Kehidupan yang demikianlah yang beliau anjurkan kepada umatnya. Tetapi janganlah orang menyangka bahwa ia akan memberatkan sedemikian itu kepada orang lain. Rasulullah bersabda,” Zuhudlah kepada dunia, supaya Tuhan mencintaimu .Dan zuhudlah kepada yang ada ditangan manusia, supaya manusia pun cinta kepada mu “. (Dirawayatkan Ibnu Majah, Tabrani, Baihaqi). Tidak sedikit pula ucapan-ucapan Rasulullah SAW yang menerangkan ajaran-ajaran moral, kehidupan beragama, hubungan dengan Allah, manusia dan lingkungan sebagaimana yang kmeudian ditekankan oleh kaum sufi. Antara lain beliau bersabda: “Jauhilah kelezatan hidup di dunia, Allah akan mencintaimu dan jauhilah apa yang ada di tangan orang banyak, orang-orang akan mencintaimu. Lagi pula beliau bersabda: “Apabila Tuhan menghendaki hamba-Nya menjadi orang baik, diberinyalah faham akan rahasia agama ,ditimbulkan rasa zuhud terhadap dunia dan diberi anugerah dapat memandang yang ghaib dan cela terhadap dirinya sendiri”. Lebih jauh lagi beliau pun bersabda: “Apabila engkau melihat seseorang menjauhi hal-hal yang duniawi, dekatilah dia, sebab dia memberikan hikmah”. Bilamana kita perbandingkan dengan kehidupan  Zaid dan Abid, yaitu ahli-ahli tasawuf yang datang kemudian, dapatlah dengan mudah meneliti persamaan kehidupan mereka dengan kehidupan dalam hidup kerohanian.
 Sebagian doa-doa Rasulullah SAW yang mengandung ajaran-ajaran tasawuf, misalnya doa beliau: “Ya Allah, kepadaMU aku berserah diri, denganMu aku beriman, kepadaMu aku bertawakal dan berserah diri, serta karenaMu aku berperang”. Juga beliau pernah berdoa: “Ya Allah, jadikanlah aku orang yang selalu bersyukur, jadikanlah aku orang yang sabar dan jadikanlah aku kecil dimataku tetapi besar di mata orang lain. Dan doa beliau: “Ya Allah, tolonglah aku dengan ilmu pengetahuan, hiasilah aku dengan kesabaran, muliakanlah aku dengan takwa dan indahkanlah aku dengan kesehatan. Serta doa beliau: “Ya Allah, aku memohon kepadaMu kesehatan, terlepas dari dosa, kepasrahan, akhlak yang baik serta reda terhadapa takdir.  
Dengan demikian, apa yang diajarkan oleh kaum sufi, seperti tentang maqamat dan ahwal telah dipraktekkan dan diperintahkan oleh Nabi SAW dua abad sebelum istilah tasawuf/sufi itu muncul. Dan karenanya, dapat dikatakan bahwa amalan-amalan tasawuf itu lahir sejak kelahiran Islam itu sendiri, yakni sejak Muhammad diangkat menjadi Rasul, atau bahkan sebelumnya seperti tahannus dan khalwah di Gua Hira’ yang menjadi bibit pertama amalan tasawuf dikemudian hari.  

B. KEHIDUPAN TASAWUF PARA SAHABAT RASULULLAH
Kehidupan para sahabat juga menjadi sumber tempat menimba para Sufi,.Dalam sikap dan tindakan mereka sehari-hari, para sahabat dengan sungguh-sungguh mengikuti jejak nabi dalam semua ucapan dan kehidupan mereka.Memang Allah SWT memuji dan menyediakan syurga bagi mereka, sebagaimana firman-Nya: “Orang-orang yang terdahulu, lagi yang pertama-tama (masuk islam) diantara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah reda kepada mereka dan merekapun reda kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangannya yang besar”. (QS. 9:100). 
Di sini kita akan mengemukakan scukupnya dari beberapa orang sahabat terutama sahabat besar :

1. Abu Bakar Al-Shiddiq.
 Abu Bakar adalah sahabat yang paling dekat dengan Rasulullah ,dialah orang yang pertama masuk agama islam diantara orang laki-laki muslim. Dia yang paling banyak memberikan pengorbanan, baik kepada Nabi Muhammad SAW pada khusunya, maupun kepada Islam umumnya. Ia merupakan tokoh panutan bagi kaum muslim dalam hal zuhud dan ibadah .  Abu Bakar merupakan sosok yang berhati khusyuk, berperasaan lembut, dan kuat hubungannya dengan Allah. Saat orang-orang Quraisy menghalang-halangi menjalankan sholat ia pun membangun masjid sendiri dirumahnya dan menjalankan sholat di dalamnya sambil mengeraskan suara tangisnya sehingga kaum musyrik yang terpesona kemudian masuk Islam . Tatkala Abu Bakar dipilih menjadi khalifah pertama, ia mengucapkan kata-kata yang menunjukkan kejujuran, keikhlasan dan kerendahan hatinya.  
2. Umar bin Khattab
Umar adalah juga seorang sahabat terdekat dan setia kepada Rasulullah. . Kebrilianan beliau dalam berpikir dan memahami syariat islam di akui sendiri oleh Nabi SAW, Dia terkenal dengan kesederhanaannya contohnya ketika dia menjabat sebagi khalifah ,Dia berpidato dengan memakai baju bertambal 12 sobekan. Beliau merupakan khalifah yang adil dan bijaksana untuk kepentingan umat dan membela sahabat, beliau rela memberikan beribu-ribu dirham kepada mereka. Kezuhudan Umar, kegemaran ibadahnya dan keluhuran akhaknya inilah yang menunjang status dirinya sebagai orang yang mendapat ilham dari Allah. Dalam banyak hal Umar dapat dibilang sebagai tokoh yang bijaksana dan kreatif bahkan genius meskipun masih dipertentangkan atau masih penuh kontroversi. 

3. Ustman bin Affan 
Tidak kalah dengan kedua pendahulunya, Utsman bin Affan juga giat beribadah dengan berbagai cara yang dimampuinya. Ia banyak membaca Alquran, bahkan ia menghidupkan malam dengan mengkhatamkan Alquran dalam satu rakaat. Ustman berpandangan bahwa kebaikan seluruhnya tersimpul dalam empat perilaku mulia, Pertama, mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan-amalan sunnah (nawafil).  Kedua, sabar menghadapi hukum-hukum dan ketentuan Allah. Ketiga, ridho menerima takdir Allah. Dan keempat, malu dari pandangan Allah. Usman juga termasuk tokoh senior kaum zuhud. Ia juga melakukan aktivitas mengumpulkan harta dalam usaha perniagaan untuk tujuan yang mulia yaitu mewujudkan kesejahteraan umum dengan mendermakannya di jalan Allah demi membela agama. 
4. Ali bin Abi Thalib
Juga merupakan model panutan dalam hal zuhud. Misalnya, ia lebih memilih mengenakan pakaian yang tertambalan karena menurutnya hal itu dapat menjadi medium untuk mengkhusyukkan hati dalam hal pekerjaan dan cita-cita yang besar. Ali bin Abi Thalib adalah pahlawan besar, penakluk perang Khaibar hidup dengan pola sederhana. Beliau diberi gelar Asadullah (Singa Allah) karena keberaniannya dalam sejarah peperangan Islam. Ali bin Abi Thalib adalah sahabat rasul yang adil dan bijaksana. Apabila beliau berkata, maka setiap katanya mengandung hikmat dan apabila beliau menghukum, semua hukumnya adil. 

apabila beliau menghukum, semua hukumnya adil. 
Selain sahabat-sahabat di atas, yang disebut dengan al-khulafa’ al-rasyidun, masih banyak lagi sahabat Nabi yang kehidupan dan ucapan merekan dijadikan oleh ahli tasawuf sebagai panutan dan teladan mereka. Diantaranya yaitu Abu Ubaidah bin Jarrah, Sa’id bin ‘Amr, Abdullah bin Mas’ud, Abu Zar al-Gaffari, Salim Maula,Abu Huzaifah,dan lain-lainnya.

C. ALASAN RASULULLAH DAN PARA SAHABAT BERTASAWUF
Pada dasarnya Rasulullah SAW bertasawuf karena kecintaannya terhadap Sang Pencipta Alam Semesta, Allah SWT, walaupun sebenarnya Allah telah menjaminkan surga kepada beliau. Begitu  juga dengan para sahabat yang telah disediakan surga oleh Allah SWT. Walaupun demikian  Rasulullah dan para sahabat tetap melakukan amalan-amalan saleh karena mengharap keridhoan dari Allah SWT . .Dalam hidup kerohanian beliau dan sahabat dipenuhi dengan sifat-sifat terpuji seperti kesederhanaan ,wara’, tawadhu, dan zuhud. Namun pada dasarnya timbulnya tasawuf juga disebabkan oleh keadaan jiwa manusia itu sendiri yang aktif berbakat kerohanian yang rindu bertemu dengan Tuhan serta berpangkal dengan faktor historis.  Adapun faktor yang mendorong Rasulullah dan para sahabat bertasawuf yaitu:
- Untuk memberikan suri tauladan bagi umat muslim dalam  melakukan pendekatan diri kepada Allah SWT dengan selalu menjalankan ibadah, amalan-amalan yang saleh, dan selalu bersikap terpuji dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.  
- Agar seluruh umat muslim mendapatkan keridhoan dari Allah SWT.
- Karena Rasulullah dan sahabat ingin menumbuhkan keimanan dan ketaqwaan umatnya kepada Allah SWT dengan selalu berdzikir kepada-Nya.

Nya.
- Mengajarkan kepada umat muslim untuk selalu bersyukur atas nikmat Allah 

D. BENTUK-BENTUK TASAWUF DALAM KEHIDUPAN RASULLULAH SAW
Zuhud adalah menghilangkan rasa cinta hati terhadap harta benda, bukan sunyi dari harta benda. Seorang tokoh sufi, Junaid Al Baghdadi mengatakan zuhud adalah kosongnya tanagn dari rasa memiliki dan kosongnya hati dari rasa menuntut atau harta benda. Beliau juga mengatakan zuhud adalah menganggap kecil terhadap dunia dan melenyapkan pengaruhnya dalam hati. Abu Sulaiman Al Darany juga mengatakan zuhud adalah meninggalkan segala sesuatu yang dapat melalaikan dari Allah.  Rasulullah SAW bersabda yang artinya “Jika kalian melihat seseorang yang diberi kezuhudan di dunia dan diberi akal, maka dekatilah ia karena ia akan mengajarkan hikmah (HR. Ibn Majah dengan hadist yang serupa dan didalamnya ada yang dha’if). Orang yang zuhud tidak merasa senang dengan berlimpah ruahnya harta dan tidak merasa susah dengan kehilangannya. Allah SWT berfirman artinya “Agar kalian tidak merasa susah dengan apa yang hilang, dan juga tidak merasa bangga dengan apa yang datang kepada kalian” (Al hadis, 33). 
1. Kezuhudan Rasulullah dan Kesederhanaannya
Jika mencermati sirah, sejarah hidup Nabi maka akan terpapar dengan jelas bahwa ada hubunga erat antara pola hidup Rasulullah yang penuh kedzuhudan dan kesederhanaan, dengan kehidupan kaum zuhud di masa permulaan Islam, kemudian kaum sufi sejati setelah mereka yang menempa diri mereka dengan anekamacam riyadhah dengan tujuan meminimalisir tuntutan-tuntutan fisik agar jiwa mereka mudah menjalankan berbagai macam ibadah, berkomunikasi dengan Allah, dan berdekatan dengan-Nya. 
Tidak ada yang lebih menunjukkan fakta ini daripada deretan khabar tentang perilaku kehidupan beliau yang dimuat dalam sejumlah hadis shahih.
a) Kezuhudan dan Kesederhanaan Beliau dal Hal Makanan
Salah satunya adalah hadis yang dirirwayatkan oleh Abu Hazim dari Rasulullah bahwa beliau sangat bersahaja dalam soal makan. Ia bercerita : Aku melihat Abu Hurairah memberi syarat dengan jarinya beberapa kali ,seraya berkata : “Demi Dzat yang jiwa Abu Hurairah ada dalam genggaman tangan-Nya, Nabi Allah tidak pernah kenyang selama tiga hari berturut-turut dengan mengonsumsi roti gandum sampai beliau meninggal dunia “.
Cerita Aisyah semakin mempertegas riwayat Abu Hazim dari Abu Hurairah ini sebab ia adalah orang terdekat beliau dan tentu saja ian lebih tau bagaimana kezyhudan Rasulullah dalam hal makan. Masruq berkata: “Aku pernah bertemu Aisyah r.a,lalu ia menyilahkanku makan. (Selesai makan) ia berkata: “Tidaklah aku kenyang karena makanan, melainkan aku ingin menangis.” Masruq berkata: “Kenapa?” Ia menjawab :”Aku teringat saat terakhir Rasulullah meninggal dunia.Demi Allah, beliau tidak pernah kenyang dari roti dan (HR. at-Tirmidzi).
Kesahajaan menu makan Rasulullah yang membuat Aisyah ra, menangis setiap kali teringat beliau, tidak hanya berlangsung dalam rentang waktu yang singkat, akan tetapi kadang hal itu berjalan hingga berbulan-bulan. Diriwayatkan dari Urwah dari Aisyah ra, ia bercerita “Demi Allah,wahai keponakanku, dahulu kami melihat hilal, lalu hilal, kemudian hilal (hingga) tiga kali selama dua bulan, sementara di rumah-rumah Rasulullah tidak ada yang menyalakan tungku . Urwah bertanya rumah Rasulullah tidak ada yang menyalakan tungku . Urwah bertanya :”Wahai bibi, lalu Anda bertahan hidup dengan apa?”. Ia menjawab:”Kurma dan air”. Hanya saja  Rasulullah memiliki tetangga-tetangga dari Anshar. Mereka memiliki unta-unta perahan,lalu mengirimkan sebagian susunya untuk Rasulullah. Beliau pun memberi kami minum dengan susu itu.”
Perlu dicatat pula mengingat nilai pentingnya bahwa Rasulullah tidak menganggap pola makan minum sebagai kekhususan beliau yang tidak boleh diikuti oleh umatnya, namun Rasulullah juga ingin agar umatnya menerapkan pola serupa karena hal itu mengandung unsur kesederhanaan dan tidak tenggelam dalam kenikmatan hidup. Diriwyatkan dari al-Hasan ,ia berkata :Rasulullah berkhutbah, lalu bersabda:”Demi Allah, tidaklah keluarga Muhammad memasuki waktu sore dengan satu sha’ pun makanan!”. Padahal di sana ada Sembilan rumah. Demi Allah, beliau tidak mengatakannya karena menganggap remeh rezeki Allah, akan  tetapi beliau ingin agar umatnya mengikuti jejaknya.” 
Apa yang diriwayatkan  al-Hasan dari Rasulullah ini diperkuat oleh hadis-hadis yang cukup banyak dan berstatus sahih, di antaranya hadis yang diriwayatkan al-Miqdam bi Ma’di Yarkab. Ia berkata: “Aku mendengar Rasulullah bersabda:
“ Manusia tidak memenuhi wadah yang lebih buruk daripada perut. Cukuplah bagi manusia beberapa suapan kecil yang dapat menegakan tulang punggungnya. Bila tidak dapat maka usahakanlah sepertiga untuk makannanya, sepertiga untuk minumannya,dan sepertiga untuk napasnya.” (HR. at-Tirmidzi).
Jadi tidak adaseorang pun yang mengajukan keberatan kepada kaum zuhud dengan nota protes bahwa mereka cenderung menyiksa badan dengan menerapkan  pola makan minim sebab kehidupan Rasulullah dengan menerapkan  pola makan minim sebab kehidupan Rasulullah identik dengan pola makan yang sedemikian zuhud, apalagi beliau menganjurkan umatnya agar mengikuti jejak beliau dalam hal tersebut karena beliau tahu persis ekses negatif yang ditimbulkan perut kenyang. 

b) Kezuhudan dan Kesederhanaan Beliau dalam Berpakaian 
Kesederhanaan makan Rasulullah bukan satu-satunya potret kezuhudan dan kesederhanaan beliau, namunn beliau juga begitu zuhud dan sederhana dalam hal berpakaian. Diriwayatkan dari Anas bahwasanya “Rasulullah  makan makanan kasar, memakai pakaian berbahan kasar, dan hanya sesekali mengenakan pakaian dari bulu domba”. ((HR. al-Hakim).
Perlu dicatat di sini, bahwa Rasulullah tidak suka memakai kaindari bulu domba di segala waktu. Bahkan, beliau pernah melepaskannya karena satu hal yang diperhatikan oleh salah seorang isterinya,yaitu Aisyah. Saat ia menyebutkan hal itu kepada beliau, beliau langsung enggan memakainya. Lalu aku teringat akan keputihan kulit beliau dan warna hitam kain tersebut. Tatkala beliau berkeringat, beliau mencium bau tidak enak pada selimut tersebut sehingga beliau langsung membuangnya karena beliau suka dengan bau yang wangi. Pendek kata, atsar ini secara umum  tidak mengurangi fakta konkret bahwa Rasulullah lebih menyukai pakaian dari bahan yang kasar.

c) Kezuhudan dan Kesederhanaan Alas Tidur Rasulullah
Rasulullah juga menyukai alas tidur yang berkualitas rendah karena lebih mengutamakan perilaku zuhud dan kesederhanaan daripada terlena dalam kenikmatan hidup. Diriwayatkan dari Aisyah r.a, ia berkata: “Sesungguhnya, alas tidur Rasulullah berupa lembaran kulit berisikan rerumputan kering”. (HR. Muslim).
Pilihan Rasulullah pada alas tidur yang sangat bersahaja dilatarbelakangi oleh keimanan beliau yang sempurna bahwa dunia hanyalah tempat tinggal sementara, bukan untuk selama-lamanya. Diriwayat dari Abdullah bin Mas’ud ,ia berkata : Rasulullah tidur di atas tikar lalu beliau bangun, tikar itu membekas di lambung beliau, kami berkata: Andai kami membuatkan hamparan lunak untuk Anda. Beliau bersabda: “ Apa urusanku dengan dunia?” Aku di dunia tidak lain seperti orang pengendara yang bernaung di bawah pohon, setelah itu pergi meninggalkannya.” (HR.at-Trimidzi). 
Di sini, tidak ada seorang pun yang dapat menyangkal dengan menngatakan bahwa riwayat tentang kebersahajaan alas tidur Rasulullah lebih dikarenakan bangsa Arab kala itu belum mengenal sarana-sarana hidup seperti masyarakat beradab, bukan karena factor kezuhudan beliau . Sirah nabawi sendiri menunjukkan kebatilan presepsi ini, begitu juga sejarah bangsa Arab. Sebab mereka telah mengenal berbagai fasilitas penanda peradaban sebagaimana yang dinikmati oleh para raja dari bangsa-bangsa lain. Buktinya, para sahabat pernah menawarkan kepada Nabi untuk membuat fasilitas-fasilitas kemewahan hidup layaknya para raja, namun beliau menolaknya karena kezuhudan beliau terhadap keduniaan. Diriwayatkan dari al-Hasan, ia berkata : Umar pernah menemui Rasulullah .Ia lihat beliau tengah berbaring di atas tikar atau alas tidur. Ia bilang, aku liat tikar tersebut membekas di pinggang Rasulullah. Umar pun menangis. Nabi lalu bertanya kepadanya :”Wahai Umar, apa yang membuatmu menangis?”. Umar menjawab :”Engkau ini Nabi Allah,sementara Kisra (Raja Persia) dan Kaisar (Raja Romawi) hidup bergelimang emas”. Rasulullah menukas,:”Tidak ridhakah engkau jika mereka mendapatkan dunia sedangkan kita mendapatkan akhirat?”. Umar menjawab,” Tentu” Beliau bersabda: “Seperti itulah seharusnya”.


d) Kezuhudan dan Kesederhanaan Rasulullah sebagai pilihan Hidup
Suatu fakta kebenaran yang harus diungkapkan bahwa kezuhudan dan kesederhanaan Rasulullah bukanlah karena factor kemiskinan dan keterdesakan kondisi hidup, melainkan lebih karena sebuah pilihan dan kegemaran. Beliau lebih memilih hidup zuhud sederhana daripada menyibukkan diri dengan berbagai bentuk kenikmatan hidup di dunia yang fana.  Diriwayatkan dari Abu Umamah, dari Rasulullah beliau bersabda: “Rabb-ku pernah menawariku untuk mengubah padang pasir Mekah menjadi emas, namun aku bilang:” Oh Tuhan, aku hanya ingin kenyang sehari dan lapar sehari, beliau mengucapkan sebanyak tiga kali atau setara .Sehingga bila lapar, aku dapat menundukkan diri pasa-Mu, mengingat-Mu, dan bila kenyang, aku bersyukur kepada-Mu dan memuji-Mu”.(HR. at-Tirmidzi).
Inilah kehidupan Rasulullah yang syarat dengan potret-potret hidup yang menunjukkan kecenderungan beliau pada sikap zuhud dan bersahaja. Dari sini, tampak hubungan kuat yang mempertautkan kehidupan kaum zuhud generasi awal di masa-masa permulaan oleh kaum sufi sepeninggal mereka dengan pola hidup zuhud dan penuh kesederhanaan yang di jalani oleh Rasulullah.
2. Ibadah Ekstra Rasulullah
Jika mencermati kehidupan Rasulullah, tergambar jelas pula bahwa beliau banyak mendekatkan diri kepada Allah dengan ibadah ekstra, dan ini menjadi sumber inspirasi bagi kaum zuhud generasi awal. Kemudian kaum sufi sepeninggal mereka dalam menjalankan pola ibadah serupa.
Hadis-hadis yang menunjukkan kerajinan Rasulullah dalam beribadah cukup banyak dan masyhur, dan di sini cukup penulis isyaratkan beberapa saja di antaranya:


d) Kezuhudan dan Kesederhanaan Rasulullah sebagai pilihan Hidup
Suatu fakta kebenaran yang harus diungkapkan bahwa kezuhudan dan kesederhanaan Rasulullah bukanlah karena factor kemiskinan dan keterdesakan kondisi hidup, melainkan lebih karena sebuah pilihan dan kegemaran. Beliau lebih memilih hidup zuhud sederhana daripada menyibukkan diri dengan berbagai bentuk kenikmatan hidup di dunia yang fana.  Diriwayatkan dari Abu Umamah, dari Rasulullah beliau bersabda: “Rabb-ku pernah menawariku untuk mengubah padang pasir Mekah menjadi emas, namun aku bilang:” Oh Tuhan, aku hanya ingin kenyang sehari dan lapar sehari, beliau mengucapkan sebanyak tiga kali atau setara .Sehingga bila lapar, aku dapat menundukkan diri pasa-Mu, mengingat-Mu, dan bila kenyang, aku bersyukur kepada-Mu dan memuji-Mu”.(HR. at-Tirmidzi).
Inilah kehidupan Rasulullah yang syarat dengan potret-potret hidup yang menunjukkan kecenderungan beliau pada sikap zuhud dan bersahaja. Dari sini, tampak hubungan kuat yang mempertautkan kehidupan kaum zuhud generasi awal di masa-masa permulaan oleh kaum sufi sepeninggal mereka dengan pola hidup zuhud dan penuh kesederhanaan yang di jalani oleh Rasulullah.
2. Ibadah Ekstra Rasulullah
Jika mencermati kehidupan Rasulullah, tergambar jelas pula bahwa beliau banyak mendekatkan diri kepada Allah dengan ibadah ekstra, dan ini menjadi sumber inspirasi bagi kaum zuhud generasi awal. Kemudian kaum sufi sepeninggal mereka dalam menjalankan pola ibadah serupa.
Hadis-hadis yang menunjukkan kerajinan Rasulullah dalam beribadah cukup banyak dan masyhur, dan di sini cukup penulis isyaratkan beberapa saja di antaranya:


a. Intensitas Shalat Rasulullah
Rasulullah menurut sejumlah riwayat gemar melaksanakan shalat di tegah malam . Diriwayatkan dari Aisyah ra, bahwasanya Rasulullah melaksanakan shalat malam hingga kaki beliau bengkak-bengkak. Aku bilang kepada beliau:”Wahai Rasulullah, kenapa Anda melakukan ini, padahal Allah telah mengampuni dosa Anda yang telah berlalu dan yang akan datang?” Beliau menjawab. “Apakah aku tidak suka jika menjadi hamba yang bersyukur?” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
b. Intensitas Puasa Rasulullah
Rasulullah juga memperbanyak puasa sunah. Hadis-hadis mengenai hal ini cukup banyak , di antaranya yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik,ia berkata:” Rasulullah suka berpuasa dan seringkali tidak makan sampai kami mengatakan setahun ini Rasulullah berpuasa terus. Namun, di tahun berikutnya beliau tidak puasa sampai kami mengatakan beliau tidak suka berpuasa setahun penuh. Dan puasa yang paling beliau sukai adalah puasa bulan Sya’ban”. (HR. Ahmad dan ath-Thabrani).
Tidak diragukan lagi bahwa hadis-hadis seperti ini menjadi sumber inspirasi bagi kaum ahli ibadah generasi awal dan kaum sufi sepeninggal mereka, untuk melaksanakan shalat sunnah dan puasa sunnah sebanyak banyaknya karena mereka tahu persis bahwa Rasulullah sangat memperhatikan kedua ibadah yang mulia ini.
c. Syarat-Syarat Memperbanyak Frekuensi Ibadah
Penting diisyaratkan di sini bahwa Rasulullah dalam sejumlah hadis melarang keras tindakan memperketat diri (tasyaddud) dalam masalah ibadah. Disebutkan dalam riwayat Muslim misalnya bahwa Zainab giat menjalankan qiyamullail. Saking bersemangatnya, ia ikatkanseutas tali di masjid sebagai penopang tubuh agar dapat terus-menerus melanjutkanshalat. Ketika Rasulullah mengetahui hal tersebut, beliau langsung melarangnya.


Kasus serupa menurut riwayat Muslim terjadi pada al-Haula’, yang berpantang tidur malam agar dapat memperbanyak ibadah, dan ketika Rasulullah mengetahuinya, beliau pun melarangnya.  Larangan serupa disampaikan Rasulullah kepada Abdullah bin Amru yang konon bertekad untuk berpuasa terus-menerus dan qiyamullail sepanjang malam.
Ketiga hadis yang berisi larangan Nabi untuk berlaku ekstrem dalam beribadah ini tidak serta merta mengurangi apalagi menafsirkan anjuran untuk memperbanyak ibadah. Sebab tujuan dari hadis Zainab adalah arahan bahwa shalat sebagai media hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah, harus dilakukan dalam kondisi fit (bugar) agar pelaku dapat merasakan kenikmatan spiritual saat berkomunikasi dengan Allah ,Tuhan sekalian alam. Sementara tujuan dari hadis al-Haula adalah pemberian peringatan bahwa aktivitas memperbanyak ibadah bagi orang yang tidak mampu tidak dianjurkan.  Sama halnya seperti orang yang qiyamullail sepanjang malam hingga melalaikan kewajiban atau mengabaikan hak adami (manusia) yang disyariatkan .Oleh karena itu Rasulullah bersabda :” Kerjakanlah amal sesuai kemampuan kalian, sesungguhnya Allah tidak pernah bosan sampai kalian sendiri bosan”.
Begitu juga halnya dengan hadis Abdullah bin Amru, yang menurut an-Nawawi ,mengandung arahan dan pesan bahwa qiyamullail semalam suntuk dan mengerjakannya sevara berkesinambungan setiap malam makruk hukumny sebab ia akan menimnbulkan kebosanan dalam beribadah.
Adapun larangan Nabi pada Ibnu Amru untuk terus- menerus menerus berpuasa hanya berlaku khusus baginya karena dengan cahaya kenabian yang dimilikinya, beliau tahu bahwa ia tidak akan mampu menjalankan hal tersebut secara kontinu. Sedangkan untuk selain Ibnu Amru ,puasa demikian dianjurkan bagi yang memeang mampu melaksanakannya. Bukti lain, sejumlah sahabat seperti aisyah dan Umar bin Khatab juga diriwayatkan melakukan puasa secara terus menerus.
Berdasarkan bukti-bukti tersebut, mayoritas ulama pun sepakat membolehkan puasa terus menerus ( sard ash-shaum) dan menganjurkannya bagi yang memang mampu, dengan syarat puasa tersebut tidak termasuk puasa pada hari-hari yang dilarang berpuasa, seperti hari raya Idul Fitri dan Adha serta hari-hari tasyriq (tanggal 11.13 dan 13 Dzulhijah). Menanggapi hadis Rasulullah yang menyatakan “Tidak berpuasa otrang yang berpuasa sepanjang tahun”, para ulama menyatakan bahwa hadis tersebut berlaku bagi orang yang terus menerus berpuasa hingga hari yang diharamkan berpuasa.
Simpul kata, kehidupan peribadatan Rasulullah merupakan pelita yang menerangi para ahli ibadah generasi awal, begitu juga kaum Sufi sejati setelah mereka, selama meniti jalan menuju Allah.

3. Apresiasi Rasulullah terhadap Ilham
Sebagaimana telah disinggung dimuka ,ilham merupakan tujuan jalan tasawuf dan Rasulullah memberi apresiasi khusus terhadapnya dengan menyatakan bahwa ilham merupakan anugerah ilahiah yang telah diperoleh oleh orang-orang pilihan dari kalangan umat-umat terdahulu dan umat Muhammad pun mendapat bagian dari anugerah tersebut terutama Umar bin Khatab . Diriwayatkan dari Aisyah ra. dan Nabi, beliau bersabda :
“ Di kalangan umat-umat yang terdahulu sebelum kalian , terkadang ada orang-orang yang mendapat ilham. Apabila di kalangan umat terdapat beberapa orang yang mendapat ilham maka Uamr lah salah satunya”.
Ilham berarti pengarahan Allah terhadap orang yang Dia kehendaki dalam berucap dan bertindak dan ia  berlaku khusus bagi wali Allah yang terpilih. Ibnu Wahb mengartikan sebagai orang-orang yang diberi ilham, sementara yang lain mengartikannya sebagai orang-orang yang tepat. Ada lagi yang menafsirkannya sebagai orang-orang yang diajak komunikasi oleh Jibril .Al-Bukhari mengartikan: ”Ketepatan berbicara mengalirdilisan mereka”. Hadis ini menetapkanadanya karamah-karamah bagi para wali. Mimpi yang benar termasuk jenis ilham atau sejenis pendidikan ilahiah bagi manusia. Dari sini, kaum sufi sejatipun menggemari mimpi-mimpi yang benardismaping itu karena sabda rasulullah : “Sesungguhnya, mimpi orang mukmin adalah salah satu bagian dari nubuat kenabian”.(HR. Muslim)
Tidak ada seorang pun yang mengingkari keabsahan mimpi-mimpi yang benar sebagai salah satu bentuk ilham. Dalam syarahnya atas hadis di atas, Imam Nawawi mengutip pendapat sejumlah tokoh. Ia mengatakan “Al-Maziri berpendapat:”Bisa jadi yang dimaksud adalah mimpi yenag mengandung berita ghaib.” Mimpi-mimpi jenis ini merupakan salah satu buah kenabian , bukan kenabian itu sendiri sebab boleh jadi Allah mengutus seorang nabi untuk menetapkan syariat dan menjelaskan hukum tanpa memberitahukan hal ghaib kepadanya sama sekali. Hal ini tidak mencederai status kenabiannya maupun mempengaruhi tujuan pengutusannya sebagai nabi. Bagian kenabian ini yakni informasi ghaib jika terjadi maka ia pasti benar adanya. Al-Khaththabi menyatakan bahwa hadis ini mempertegas soal mimpi dan memperteguh posisinya.
Dalam ilham-ilhamnya , kaum sufi banayk mengisyaratkan rahasia-rahasia syariat yang mereka ebut hakikat, dan apa yang mereka isyaratkan dengan nur al-basha ini tidak dapat dirasakankecualli dengan meniti jalan tasawuf yang termanifestasikan dalam perilaku-perilaku mujahadah dan riyadhah, dalam penampakan jenjang-jenjang spiritual yang mereka sebut maqamat dan ahwal dan puncaknya adalah taubat dan zuhud terhadap keduniaan.
Diriwayatkan dari abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda:“Sesungguhnya, ada ilmu yang statusnya seperti sebuah permata terpendam (al-maknun) yang tidak hanya diketahui orang-orang yang mengenal Allah (al-ulama billah). Dan jika mereka mengutarakannya maka tidak ada yang mengingkarinya kecuali orang-orang yang terpedaya dengan Allah” (HR. Abu Manshur ad-Dailami dan abu Abdurrahman as-Sulami).
Hal ini telah dielaborasi maksudnya oleh para ulama ini, di antaranya bahwa takwa kepada Allah merupakan jalan yang tepat untuk meraih taraf pengetahuan tentang Allah dan segala persoalan agama . Dengan model intensitas ketakwaan mereka yang tinggin , Allah pun mengalirkan kebenaran di lisan mereka dan memahamkan mereka dalam masalah agama .Sedangkan ahl-ghirrh berarti orang-oranglalai yang sibuk dengan dunia hingga terpedaya oleh pesona keindahannya.
Ilmu memiliki dua sisi : Lahir dan Batin, syariat dan hakikat dari manusia berberda-beda tingkatpenyerapannya terhadap hikmah-hikmahatau rahasia-rahasia yang etrkandung dalam ajaran agama, sesuai dengan kesiapan personal mereka dan kecenderungan yang tentram dalm diri mereka antara lebih condong ke dunia atau akhirat.  Hal ini dipahami benar oleh para sahabat sehingga mereka pun tidak sembarang menyampaikan sesuatu ke kalang awam kecuali yang dapat mereka tangkap agar mereka tidak mengingkari kandungan ajaran agama yanag memang hanya dapata dirasakan oleh kalangan khashshash (tertentu).Diriwayatkan dari Sa’idal-Maqbari, dari Abu Hurairah, ia berkata :”Aku menyimpan dua wadah dari rasulullah: salah satunya aku sebarkan, sementara yang lain jika aku sebarluaskan maka terputuslah hulu tenggorokan ini “.
Hadis ini dijadikan argumentasi oleh kaum sufi untuk mendukung apa yang mereka isyaratkan mengenai hakikat-hakikat ajaran agama,dan tidak ada seorang pun ahli ilmu yang menyangkal argumentasi tersebut, selama isyarat-isyarat mereka tersebut masih dalam batas-batas kaidah Islam dan imam.
Mengomentari hadis diatas, Al-Aini mengatakan: ” Kaum Sufi mengatakan: Yang dimaksud dengan yang pertama adalah pengetahuan tentang hukum-hukum dan akhlak, sedangkan yang kedua adalah pengetahuan tentang rahasia-rahasia terpendam yang diperuntukkan khusus bagi ahli “irfan dari kalangan al-ulama billah. Golongan lain mengatakan:” Ilmu yang terpendam dan rahasia yang terjaga rapi adalah ilmu kami, sebagi buah khidmah (pelayanan) dan hikmah (kebijaksanaan) yang tidak dapat diperoleh kecuali orang-orang yang menyelami samudera mujahadah, dan tidak dapat dienyam kecuali oleh orang-orang yang terpilih dengan cahaya-cahaya mujahadah dan mukasyafah. Sebab, ia merupakan rahasia-rahasia yang tertanam dalam hati dan tidak akan muncul kecuali melalui proses riyadhah dan cahaya-cahaya terang dalam keghaiban yang hanya tersingkap bagi jiwa-jiwa yang ridha. Menurutku bertolak belakang dengan kaidah-kaidah Islam dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip keimanan.
Ilmu sebagai tujuan jalan sufi merupakan buah perpaduan ilmu dan amal, dan ilmu yang paling afdhal adalah yang berkaitan dengan pengetahuan petaka-petaka nafsu dan kondisi-kondisi hati, serta membantu pemiliknya untuk membebaskan diri dari segala hal yang di cela syara’. Dengan begitu , terwujudlah kemanfaatan hakiki. Diriwayatkan dari Jabir, ia berkata: Rasulullah bersabda: “Ilmu ada dua macam : yang menghias di lisan, itulah hujjah Allah atas anak turunan Adam “.(HR. Al-Hafizh Abu Bakar al-Khathib).
Saat islam menganjurkan taddabur dan tafakkur merenungi ciptaan Allah maka yang dimaksudkannya adalah penggalakan aktivitas pengamatan rasional dalam batas kemampuan manusia yang lebih lanjut dapat mengkokohkan akidah iman kepada Allah di dalam hati. Dengan pemahaman yang shahih atas  masalah ini, kaum sufi pun memakruhkan at-tafalsuf al-aqli (filsafat rasional) dan cenderung pada jalan pensucian diri yang mengantarkan pada ilham, sambil menghindari perdebatan dalam masalah-masalah adama. Dalam hal ini, mereka berperilaku sesuai dengan arahan Rasulullah yang bersabda: “Tidak akan sesat sesuatu kaum setelah meniti petunjuk kecuali jika mereka berkecimpung dalam perdebatan”. Kemudian beliau membaca (ayat):”Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membanbtah saja”. (QS.az- Zukhruf(43):58, HR.at-Tirmidzi).
Dari semua yang terpapar di atas, dapat kita ketahui bagaimana Rasulullah memberi apresiasi sedemikian rupa terhadap ilham .Kecenderungan Rasulullah berlaku zuhud dan sederhana, begitu juga aktivitas beliau memperbanyak ibadah dan apresiasi beliau terhadap ilham ini mendorong kita untuk menerima kesimpulan akhir bahwa kehidupan rasulullah merupakan sumber kedua tasawuf.




BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kehidupan, akhlak dan kondisi religius Nabi Muhammad SAW telah mendapat petunjuk yang menggambarkan Nabi Muhammad sebagai seorang sufi. Nabi Muhammad telah melakukan pengasingan diri ke Gua Hira’, menjelang datangnya wahyu dan beliau menjauhi pola hidup kebendaan dimana waktu itu orang-orang Arab terbenam didalamnya. Selama di Gua Hira’ yang beliau kerjakan adalah tafakkur, beribadah dan hidup sebagai seorang mujahid dan beliau hidup sederhana.
Kehidupan Nabi Muhammad SAW yang bercorak sufi merupak suatu pola hidup yang paling ideal yang patut ditiru dalam segenap aspek kehidupan. Kehidupan beliau dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari para sahabat dan pengikutnya hingga saat ini. Pola hidup Rasulullah merupakan khazanah dan ibrah bagi kehidupan para sufi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Rasulullah telah memberi contoh seklaigus meletakkan dasar-dasar hidup kerohanian dan tarekatnya bagi para pengikutnya sepanjang zaman.

B. SARAN
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini jauh dari kesempurnaan dan banyak kekurangan , maka dari itu kami menerima bimbingan, saran serta kritik dari pembaca yang bersifat membangun agar kami dapat memperbaiki menjadi lebih baik lagi.



DAFTAR PUSTAKA

Zahri, Dr.Mustafa.1979.Kunci Memahami Ilmu Tasawuf. Surabaya: PT. Bina Ilmu Offset
As,Drs.Asmaran.1994.Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada
Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama IAIN.1983.Pengantar Ilmu  Tasawuf .Sumatera Utara
Simuh.1996.Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam. Jakarta:Pt. Raja Grafindo Persada
Hajajj, Dr.Muhammad Fauqi.2011.Tasawuf Islam dan Akhlak.Jakarta: Amzah
Umarie,Drs.Barmawie.1967. Sistematik Tasawuf.Solo:A.B.Siti Sjamsijah
Drs.Romdon,MA.1995.Tasawuf dan aliran Kebatinan.Yogyakarta:Lembaga Studi Filsafat Islam
Syata, As Sayid Abu Bakar Ibn Muhamma.1997.Menapak Jejak Kaum Sufi.Surabaya:Dunia Ilmu
An Najar, Dr.Amir .Ilmu Jiwa dalam Tasawuf. Melayu: Pustaka Azzam
Khan, Khan Sahib Khaja.1993. Cakrawala Tasawuf.Jakarta:Rajawali Pers





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Singkat

Kehujjahan Maslahah Mursalah